|
|
Ditemukan,
Sisa Kehidupan Prasejarah di Cilacap dan Bogor
Tim peneliti
Bidang Prasejarah dari Pusat Penelitian Arkeologi
Nasional (Puslit Arkenas) kembali menemukan situs-situs baru di
wilayah sekitar Cilacap (Jawa Tengah) dan Bogor (Jawa Barat). Meski
belum ditunjang data kontekstual menyangkut aspek lingkungan, namun
dapat dipastikan temuan tersebut merupakan sisa kehidupan prasejarah
dari tradisi paleolitik. Dr Harry Truman Simanjuntak, ahli arkeologi
prasejarah dari Puslit Arkenas, mengungkapkan temuan terbaru ini dalam
percakapan dengan Kompas di Jakarta, Selasa (11/1). Sebelumnya, dalam
serangkaian penelitian di kawasan Pegunungan Seribu di pesisir selatan
Jawa, tim peneliti dari Puslit Arkenas juga memperoleh sejumlah data
baru tentang sisa kehidupan prasejarah yang diduga terlengkap di Indonesia.
Tradisi paleolitik (zaman batu awal) ditandai oleh alat-alat batu serpih
dan artefak-artefak pendukungnya. Teknologi batu tua ini kehadirannya
berlangsung dalam rentang waktu yang sangat panjang dalam peradaban
manusia, yakni sejak kehadiran manusia di muka bumi sekitar dua juta
tahun lalu hingga akhir Plestosen sekitar 10.000 tahun lampau. Pada
saat itu, kehidupan manusia masih menggantungkan diri sepenuhnya pada
alam dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia lewat pengumpulan
bahan makanan atau berburu. Lebih besar Pada kebanyakan situs prasejarah
dari masa paleolitik yang ada di Tanah Air, alat-alat batu serpih berbentuk
masif. Teknik pembuatannya tergolong sangat sederhana, dengan tipologi
bentuk menyerupai kapak berimbas, kapak penetak, pahat dan kapak genggam,
serta alat-alat serpih. Benda-benda bercorak budaya paleolitik ini umumnya
ditemukan di daerah aliran sungai atau di ceruk-ceruk gua tak jauh dari
sungai atau tepi pantai.
Agak berbeda dibandingkan temuan alat-alat tradisi paleolitik di
kawasan Pegunungan Seribu, ukuran batu-batu masif yang ditemukan di
situs Majenang (Cilacap) umumnya relatif besar, bahkan ada yang beratnya
mencapai 10 kilogram. Sayangnya, kata Harry Truman, hingga sejauh ini
tim belum berhasil menemukan artefak-artefak ataupun fosil-fosil kayu
yang bisa dipakai sebagai data penunjang untuk memahami aspek lingkungan
huniannya.
"Kalau melihat alat-alat masif yang rata-rata jauh lebih besar
temuan serupa di situs-situs prasejarah lain, boleh jadi itu mereka
gunakan untuk menebang pohon. Sebab kalau dipakai sebagai peralatan
berburu misalnya, rasanya tidak mungkin, terlalu berat. Dari sisi ini
saja, kawasan ini sangat menarik untuk dikaji lebih dalam," kata
doktor ahli prasejarah lulusan Institut de Paleontologie Humaine
(Perancis) ini. Menurut Harry Truman Simanjuntak, tidak ditemukannya
data menyangkut artefak yang bisa memberi gambaran tentang lingkungan
hunian masyarakat pendukung tradisi paleoltik di kawasan ini dapat disebabkan
berbagai hal. Selain karena proses pengendapan material yang tidak bagus,
tetapi juga bisa akibat kerusakan akibat bahan-bahan organik. Oleh karena
itu, tambahnya, ia bersama tim prasejarah dari Puslit Arkenas masih
akan melakukan serangkaian ekskavasi di kawasan ini.
Selain di daerah Cilacap, belum lama ini mereka juga menemukan situs
prasejarah di daerah aliran Sungai Cianten, Kecamatan Pasir Angin, Kabupaten
Bogor. Penemuan ini tergolong mengejutkan, karena selama ini informasi
tentang situs-situs prasejarah dengan tradisi paleolitik di Jawa Barat
masih diragukan keberadaannya.
"Terus terang, temuan tradisi paleolitik ini termasuk pertama kali
di Jawa Barat. Dulu ahli-ahli Belanda pernah mencatat adanya situs
paleolitik di Parigi (pantai selatan) dan Citandui, tetapi setelah
disurvai ternyata hasil temuannya tidak cukup representatif," kata
Harry Truman yang sehari-hari adalah kepala Bidang Arkeologi
Prasejarah Puslit Arkenas.
Namun diakui, dari segi kelengkapan data lingkungan hunian, tim yang
ia pimpin belum menemukan cukup bahan untuk suatu interpretasi awal.
Akan tetapi dari segi kepadatan temuan dan wilayah sebarannya tergolong
luar biasa. "Tipologinya pun bervariasi," kata Harry Truman
Simanjuntak.
|
|
|