sedulur-sedulur:    

 

 

 

Hutan Produksi Ditebang, Cilacap Banjir dan Longsor

Bencana banjir dan tanah longsor yang terjadi hampir merata di
Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, terutama disebabkan maraknya
penggundulan hutan, termasuk penebangan hutan produksi. Putusnya jalur lalu lintas darat Bandung - Yogyakarta akibat bencana tanah longsor, yang menutup ruas jalan antara Cikukun-Cukangleules di wilayah Kecamatan Wanareja, merupakan salah satu contoh kerusakan hutan di daerah ini. Hal itu ditegaskan Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah Erna Witoelar serta Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Al Hilal Hamdi ketika meninjau daerah bencana di
beberapa daerah di Cilacap, Sabtu (4/11).
Setelah melihat dari dekat kondisi daerah bencana, Erna Witoelar
menyatakan, penanggulangan bencana alam seperti ini tidak dapat
dilakukan secara sepotong-potong oleh satu departemen saja. Akan
tetapi, harus ditangani bersama dengan melibatkan berbagai
departemen sekaligus. Sementara itu, Kepala Proyek Induk Citanduy (PIC) Sri Nurini didampingi staf senior bagian perencanaan, Simanjuntak, mengungkapkan, erosi di daerah hulu Citanduy menyebabkan alur sungai semakin dangkal. Sedimen yang diangkut sungai ini dan masuk ke kawasan perairan Segara Anakan cukup tinggi, yakni sekitar 5-6 juta meter kubik per tahun.
Hal ini menyebabkan daya tampung Citanduy dan anak-anak sungainya semakin kecil sehingga tidak mampu menampung volume air yang begitu besar. Sebagai contoh, Simanjuntak menunjuk data volume air di Sungai Citanduy yang pada Senin pekan lalu mencapai 460 juta M3. Padahal dalam kondisi sekarang sungai ini hanya mampu menampung volume air sebanyak 170 juta M3.
Kelebihan air itulah yang kemudian menyebar ke mana-mana,
menggenangi perkampungan, rumah penduduk, dan mengakibatkan rusaknya berbagai fasilitas umum. Apalagi kondisi puluhan anak sungai Citanduy juga tidak berbeda jauh dengan sungai induknya yang semakin dangkal akibat erosi.
Bencana semakin parah ketika warga masyarakat di sekitar daerah
aliran sungai menjebol tanggul sungai. Dengan menjebol tanggul
mereka berharap genangan air akan mengalir ke laut bebas. Tetapi,
yang terjadi malah sebalikya. Karena, baik volume maupun arus air
dari Citanduy dan Samudera Hindia lebih kuat, maka air justru
berbalik arah dan menimbulkan banjir besar.
Sementara itu, ruas jalan sepanjang satu kilometer antara
Cikukun-Cukangleuleus, yang selama enam hari tertutup untuk berbagai jenis kendaraan, mulai Sabtu lalu dibuka kembali setelah petugas Pekerjaan Umum Bina Marga berhasil menyingkirkan timbunan tanah yang menutup jalan tersebut.
Namun, menurut Kasatlantas Polres CIiacap Inspektur Satu I Ketutu
Susania, untuk sementara baru kendaraan dengan bobot di bawah lima ton yang diizinkan melewati jalur tersebut. "Sambil menunggu hasil uji coba, jalur tersebut masih tertutup untuk kendaraan berat," ujar Ketut Susania.
Bencana alam banjir dan tanah longsor yang terjadi secara beruntun
selama satu minggu terakhir, telah menewaskan 33 warga. Jalan umum di daerah pedesaan sepanjang 49,8 kilometer rusak berat, 216 rumah hancur atau rusak berat tersapu banjir atau tertimbun tanah longsor, dan 10.817 rumah tergenang.
Areal pertanian (lahan tanaman padi dan palawija) seluas 6.671
hektar rusak. Berbagai fasilitas umum seperti balai desa, gedung
sekolah, pipa transmisi perusahaan daerah air minum, banyak yang
jebol. Total kerugian sementara diperkirakan Rp 19,7 milyar.
Bencana alam yang datang silih berganti itu juga menyebabkan 2.125
penduduk di beberapa daerah rawan bencana sampai Sabtu lalu terpaksa tinggal di tempat pengungsian. Di Desa Pahonjean misalnya, ratusan pengungsi masih bertahan di tenda-tenda darurat. Di kota Kecamatan Sidareja warga sudah berhari-hari tinggal di rumah yang terendam banjir.

Sumber: Kompas, 6 November 2000

 
 
 
 
 
         
   
   
   
copyright © 2000 - 2003, webmaster@cilacap-online.net